13 Desember 2018

Generasi yang Tumbuh Bersama Harry Potter

Desember 13, 2018 0

Sumber gambar : google


*


*


*


*


*


*


*


*


*


*


*


*


*


Ide buat nulis ini sebenarnya sudah ada sejak berbulan-bulan lalu, bahkan tahun lalu sebelum pindahan rumah, aku udah persiapin fotonya untuk diposting. Rencananya mau posting di tumblr, tapi setelah tahu kalau ternyata tumblr diblokir patahlah semangat untuk nulis itu. Waktu itu sedang tidak tertarik untuk mengaktifkan blog, soalnya template dan layout-nya lumayan berantakan dan aku males buat ngerapiinnya  ~ hehe

Sejenak ide ini menguap lalu mengembun kembali saat film Fantastic Beast : The Crimes of Grindelwald rilis bulan lalu. Jujur aku belum nonton film itu soalnya takut nggak mudeng sama jalan ceritanya. Orang yang Fantastic Beast Where to Find Them saja aku masih belum paham gimana ceritanya. Dan sebagai manusia yang lebih memilih menjadi tim film dibukukan dari pada buku difilmkan, aku percaya pasti  ada bagian di buku yang tidak ada di film walaupun cuma peristiwa-peristiwa kecil tapi rasanya ada yang berbeda. Jadi pengen baca bukunya aja tapi mau beli bukunya hmm sayang duit ~ kekeke 

Mungkin juga karena aku menempatkan diri sebagai penonton yang baper, jadi ketika film Fantastic Beast pertama rilis, kemudian tahu kalau yang jadi pemain utamanya Eddie Redmayne,  ku tuh jadi agak gimana gitu. Soalnya dalam bayanganku aku masih melihat karakter yang dimainkan oleh si Eddie dengan daebak di film tahun sebelumnya dengan judul The Danish Girl

Mari kita kembali ke point utama dalam tulisan ini adalah Harry Potter atau lebih tepatnya ini tentang ke potterhead-anku, yang sebenarnya (menurutku sih) nggak terlalu potterhead- banget, hehe

Pertama kali nonton film Harry Potter, waktu masih SD, entah kelas berapa, di rumah tetangga. Waktu itu nonton Harry Potter and The Chamber of Secrets. Aku melihat sosok Dobby yang lagi ngobrol sama Harry, dalam pandanganku semasa SD  “ih makhluk apaan tuh”. Dulu belum tahu itu film apa, dan aku kayak memandang sebelah mata, sama seperti waktu aku ngeremehin kdrama Reply 1988, Signal, atau Voice yang ternyata punya jalan cerita yang bagiku menarik.
Lalu ketika sudah lulus SD, aku lihat mbak tetanggaku yang udah SMA itu suka pinjem buku Harry Potter  di perpus sekolahnya. Terus aku penasaran pengen baca juga, lalu aku sering minta tolong sama dia untuk minjemin buku Harry Potter  yang lain, bahkan pernah aku minjem buku Harry Potter 6 (Harry Potter and The Half-blood Prince) sampai sebulan belum selesai baca, dan udah sering ditagih sama temenku, karena nggak enak udah kelamaan, akhirnya dibalikin dan menelan kekecewaan karena belum tahu gimana akhir ceritanya. 

Eh tapi mbak tetanggaku ini, terus ngajak aku main ke rumah temennya, dan ternyata temennya ini punya koleksi buku series Harry Potter  terus aku jadi sering pinjem sama mbak temennya temenku ini deh. 

Semenjak menyukai buku Harry Potter  aku jadi penasaran pengen nonton filmnya. Rasanya excited banget waktu tahu Bioskop Trans TV bakal nayangin Harry Potter. Waktu itu masih jamannya Harry Potter and The Prisoner of Azkaban yang pertama kali tayang di layar kaca Indonesia. Dibela-bela-in nunggu didepan TV meskipun mata udah ngantuk. Ohya ini mungkin karena terlalu menghayatinya aku juga pernah nangis trenyuh waktu nonton  Harry Potter  1  pas scene-nya  Harry lagi duduk memandang luar jendela lalu dia lagi kepikiran tentang orang tua-nya. Kasian ~

Sejak saat itu aku mulai meng-aku-kan diri sebagai seorang potterhead. Padahal punya modal buat beli koleksinya aja enggak, tapi rasanya seneng banget kalau ada temen yang juga ngobrolin Harry Potter. Dulu juga pernah beli CD film bajakannya. Terus waktu film Harry Potter  5 rilis, sama temen ngobrolin scene-nya Harry dan Cho Chang, udah kayak pengamat film nggak profesional gitu, dasar piyik ~

Dulu hal-hal yang berhubungan sama Harry Potter selalu bikin excited. Bahkan dulu saking ngefans-nya, aku pernah bikin daftar apa aja yang ada dalam film atau buku Harry Potter di binder, ini buktinya :

 
catatan ke-Harry Potter-an dari unforgiveable curse, peta perompak, Hogwarts Founder, Quidditch, weird creatures, foods,  money, Magical Ministry, Riddle dll
sumber gambar : doc pribadi
Entah apa yang ada dipikiran aku, 10 tahun yang lalu waktu nulis ini, tapi nulis beginian itu seenggaknya bisa melegakan pikiran. Kayaknya nih, dulu aku mikirnya, karena aku belum mampu beli buku dan tetek bengek yang berhubungan dengan Harry Potter, aku pengen punya kenang-kenangan semacam mata pelajaran kepenyihiran gitu,haha

Kalo dipikir sekarang sungguh unfaedah sekali yorobun , tapi kan ini dulu ~

Mungkin DULU berhalusinasi jadi murid hogwarts jadi sampai bikin catatan tentang daftar pelajaran yang ada di Hogwarts, profesornya, murid-murid, mantra, patronus, sampai tempat-tempat yang disebutkan dalam buku dan film Harry Potter
sumber gambar : doc pribadi
Di tulisan itu, tiap bagian aku beri judul dan sub judul. Tulisannya pun masih yang besar kecil alay pada jamannya.  Aku pakai polpen warna, spidol, sampai pensil warna buat ngehiasnya, biar lebih warna-warni. Catatan materi pelajaran sekolah aja kalah rame sama tulisan ini. Sekarang kalau lihat itu lagi rasanya “ya ampun, dulu aku sampai segitunya ya” geli-geli gimana. 

Selain itu, dulu kadang aku juga suka ngumpulin majalah yang ada hubungannya sama Harry Potter. Nggak banyak sih, tergantung ada duit atau enggak dan dibolehin atau enggak sama ibuk buat beli majalah itu.

ada satu lagi bonus tas Harpot dari majalah Bobo tapi hilang entah kemana ~
sumber gambar : doc pribadi

Tiga majalah diatas aku beli hanya gara-gara ada bonus dan pembahasan Harry Potter didalamnya, walaupun hanya satu-dua halaman tapi bagiku itu sudah menyenangkan .
 
Bobo spesial Harry Potter and The Deathly Hallows ada bonus Map dan Poster. Tapi posternya juga entah kemana.
sumber gambar : doc pribadi

Foto diatas adalah salah satu majalah favoritku. Itu majalah Bobo edisi spesial Harry Potter. Jadi dulu tiap kali Harry Potter rilis buku baru atau film baru, majalah Bobo ngeluarin edisi specialnya. Aku cuma punya dua aja, soalnya aku baru tahu kalau ternyata Bobo ngeluarin edisi spesial ini ketika buku terakhir tahun 2007 rilis. Aku ingat, edisi waktu itu sampulnya gambar Hogwarts. Dan aku hanya bisa minjem dari temenku doang, hiks 

Sejak saat itu aku berjanji sama diri sendiri, kalau aku harus dapat edisi spesial untuk film yang terakhir. Akhirnya dapat deh, lalala yeyeye ~ 

Dulu (sampai sekarang juga masih ding) aku punya keinginan untuk punya buku series-nya lengkap. Walaupun udah pernah baca semua, tapi rasanya kalau punya sendiri itu ada kebanggaan tersendiri. Meskipun sampai saat ini semua itu masih wacana, karena tiap mau beli lalu mikir lagi “Ah ini kan udah pernah baca” atau kalau nggak “Ah mahal ah, nggak jadi” ~ kekeke 

Harry Potter and the Order of Phoenix  & Harry Potter and the Chamber of Secrets
sumber gambar : doc pribadi


Sampai sekarang aku hanya punya dua buku series diatas. Buku kelima dan kedua. Itupun aku dapatnya dengan harga yang sangat miring. Buku Harry Potter  5 aku beli di Social Agency, bukunya dibagian buku-buku yang tersingkir macam loakan, padahal kondisinya masih bagus dan layak baca banget. Aku dapat dengan harganya yang nggak sampai 50 ribu, uwuu ~ bahagia sekali aku

Ngomong-ngomong soal judul tulisan ini, sebenarnya judul ini terinspirasi dari hasil kepo igs-nya @asakecil, aku nggak kenal siapa mbak-mbak itu tapi postingannya bagiku selalu menarik dan bermanfaat. 

Bagiku sendiri, Harry Potter memang sudah seperti “teman” dalam dunia perbukuan dan perfilman (ya walaupun aku tahunya nggak dari awal sih, hehe). Jadi sebagai generasi yang lahir tahun 90-an, buku Harry Potter juga, buku pertamanya lahir tahun 1997 setelah  J.K Rowling mengalami beberapa kali penolakan.

Film pertama yaitu Harry Potter and The Philosopher’s Stone lahir tahun 2001 yang berkisah tahun pertama Harry dan kawan-kawan di sekolah Hogwarts yang mana saat itu aku masih kelas satu SD. Kalau boleh lebay nih ya, aku seakan menghubungkan masa ketika sekolah dasar dengan tumbuh bersama rilisnya film Harry Potter 2  (2002), buku Harry Potter 5 (2005), film Harry Potter 3 (2004), film Harry Potter 4 (2005), dan buku Harry Potter 6 (2005).  Yah meskipun aku mulai sukanya waktu udah masuk SMP, hehe

Masih (lebay) dalam rangka menghubung-hubungkan masa tumbuh bersama Harry Potter. Tahun 2007 ketika film Harry Potter 5 (Harry Potter and The Order of Phoenix) rilis itu bersamaan dengan masa puber di sekolah menengah pertama. Kalau kalian sudah nonton filmnya mungkin akan paham maksud saya yang tersirat. Sebenarnya Harry Potter keempat (Harry Potter and Goblet of Fire) juga sudah mengalami kegalauan seperti remaja pada umumnya sih, tapi on fire-nya kalau menurutku, di film kelima. Haha 

Lalu film Harry Potter 6 tahun 2009 dan film ketujuh-delapan sekaligus terakhir rilis pada tahun 2010 dan 2011 sebagai film-film yang menemani masa SMA. Ketika film  Harry Potter 7 (Harry Potter the Deathly Hallows Part 2) sedang booming, saking penasarannya dan saat itu masih cupu untuk nonton di bioskop jadi aku beli film-nya di emperan toko CD bajakan. Terus nonton bareng sama tetangga, ikutan sedih ketika tahu ternyata Mr. “Turn to Page 394” yang dari buku pertama sampai keenam dikira jahat ternyata sebaliknya. Alan Rickman Jjang !! 

Bagaimanapun buku dan film Harry Potter telah menemani masa-masa usia belasanku. Dan sekarang kalau tahu atau dengar info yang berhubungan dengan Harry Potter atau J.K Rowling seakan-akan memanggil kembali memori tentang hal itu. :”)

Jadi setelah membaca cerita unfaedah diatas sejutu nggak, kalau kita (yang suka Harry Potter aja ding) adalah generasi yang tumbuh bersama (buku dan filmnya) Harry Potter? 

Seketika aku mendengar suara loe kali aja gue enggak ~ hehehe



========== NOX ==========



Mulai ditulis tanggal 12 Desember 2018 sembari menikmati postingan MAMA in Jepang, sempat dipublish tanggal 13 Desember 
lalu diedit ulang dan selesai tanggal 15 Desember 2018 | K

09 Desember 2018

Petrichor

Desember 09, 2018 0
Sebenarnya ini udah pernah aku posting di wattpad, tapi karena aku baru aja merombak tampilan blog supaya lebih baik dari sebelumnya dan aku juga menambahkan page khusus untuk cerpen dan postinganku yang tentang cerpen juga udah kadaluwarsa soalnya udah tahun tahun dulu banget, jadi ku postinglah cerita ini. Selamat Membaca 

Image result for petrichor wallpaper
credit foto

BGM 
The Rain - Perempuan Hujan


***

"Kau tahu kenapa aku menyukai hujan?"
"Karena kamu suka bau tanah basahnya?"
"Bukaan."
"Karena kamu suka yang sejuk sejuk?"
"No noo.."
"Karena kamu jadi inget aku?"
"...."

***

Aku masih ingat sore itu, bersamamu, di tempat itu. Tempat dimana pertama kali aku bertemu dengan mu dan juga tempat terakhir kali kita bertemu.
Aku masih ingat dengan jelas saat kita berbicara tentang hujan. Tentang kesukaanmu pada hujan. Tentang kesukaanku pada kesukaanmu.
Iya. Aku juga suka hujan. Aku suka hujan karena aku suka kamu. Aku ingin seperti hujan yang bisa disukai kamu. Aku suka hujan karena kamu juga suka hujan. Aku tidak selalu suka pada apa yang kamu suka. Tapi aku suka hujan. Karena hujan selalu mengingatkanku padamu.
Kamu tahu aku suka hujan. Tapi kamu nggak tahu alasan kenapa aku suka hujan. Kamu tahunya aku suka hujan jauh sebelum mengenal kamu. Padahal aku suka hujan ketika aku tahu kamu.
Kamu mungkin nggak tahu. Tapi jauh hari setelah pertemuan pertama kita. Aku mulai menempatkan nama kamu dalam diriku. Aku ingin mengenalmu lebih jauh. Aku ingin tahu tentang kamu. Dan aku berakhir sebagai penguntit nomor satumu.
Kamu mungkin nggak ingat, tapi aku ingat. Saat pertama kali kita bertemu, kita masih sama-sama pakai seragam sekolah. Aku tahu dimana sekolahmu. Lalu pada hari selanjutnya aku datangi sekolahmu. Hanya untuk melihatmu. Hanya untuk memastikan bahwa kamu memang sekolah disitu.
Dan sepertinya semesta mendukungku. Kamu memang bersekolah disitu. Setelah hari itu aku mulai melancarkan aksiku untuk menguntitmu.
Kubuka laman website sekolahmu. Kucari daftar akun siswa siswi sekolahmu. Ternyata mencarimu di dunia maya adalah mudah. Kutemukan akun twittermu. Kutemukan akun facebookmu. Bahkan kutemukan akun blogmu yang sengaja kamu cantumkan di profil twittermu. Dari situ kutemukan tulisan tulisanmu. Dan kebanyakan tentang hujan. Kamu sangat suka hujan.
Karenamu setiap hujan aku jadi ingat kamu. Kini aku percaya dengan pepatah 
"Books influence your thought and friends influence your character"
Mungkin karena aku sering baca tulisan tulisanmu tentang hujan. Aku jadi sering memikirkan tentang hujan dan tentang kamu juga. Aku terpengaruh olehmu. Aku juga jadi suka menulis tentang hujan.
Beruntungnya aku akan alam yang selalu mendukung untuk bisa bertemu denganmu lagi. Aku harap kamu masih ingat. 17 belas hari setelah pertemuan tidak sengaja kita, kita bertemu lagi. Aku yang tadinya sempat marah-marah pada temanku yang sembarangan mendaftarkan namaku untuk kepanitian acara pameran daerah itu akhirnya bersyukur dan berterima kasih padanya telah membuatku mempertemukan denganmu. Aku sempat berpikir bahwa temanku adalah malaikat yang diturunkan Tuhan dari langit untuk memdapatkanmu.
Pada kesempatan itu akhirnya kita bisa berkenalan. Meskipun jauh dibelakang aku sudah mengenalmu. Aku senang kau bisa tahu namaku. Aku senang ketika kita saling bertukar info akun sosial media masing-masing. Dan aku senang ketika kau menanyakan tentang twit-twit-ku yang sering kali puitis tentang hujan. Padahal sebenarnya aku sengaja membuatnya supaya menarik perhatianmu.
Ya. Semenjak mengenalmu secara langsung aku mulai menyusun strategi agar kau tertarik padaku.
Sampai suatu hari, setelah beberapa bulan kedekatan kita ...
"Kamu tahu kenapa aku menyukai hujan?"
"Karena kamu suka bau tanah basahnya?"
"Bukaan."
"Karena kamu suka yang sejuk sejuk?"
"No noo.."
"Karena kamu jadi inget aku?"
"...."
"Karena kamu jadi inget aku?"
"...."
"Kok diem? Jadi karena kamu jadi inget aku, kamu suka hujan?"
"Bukan."
Glek. Menelan ludah.
"Lalu? Karna apa?"
"Karena aku membencinya. Karena aku tidak suka. Karena aku ingin melupakannya."
"Kenapa?"
"Karena kejadian buruk itu."
"Kejadian apa? Kamu nggak ingin cerita sama aku?"
Senyum.
"Kenapa?"
"Aku nggak siap buat cerita. Mungkin nggak akan siap."
"Kenapa?"
"Kamu nggak perlu tahu. Karna sekarang aku udah baik-baik saja. Aku udah bisa menerima itu semua."
"Tapi. Kenapa?"
"Kenapa mulu dari tadi. Haha"
"Iya. Terus apa?"
"Aku suka hujan karena aku membencinya. Aku benci karena kejadian itu saat hujan. Aku nggak suka. Aku ingin melupakannya. Tapi semakin aku ingin lupa semakin pula aku merasa sakit. Lalu aku sadar ..."
"Lalu kamu sadar. Karena?"
"Sadar bahwa semakin aku membencinya semakin aku tidak bisa melupakannya. Semakin aku ingin melupakannya semakin aku sakit didalam sini. Lalu aku sadar, bahwa cara terbaik untuk melupakannya, cara terbaik untuk tidak sakit karenanya adalah dengan menerimanya."
"Maksudmu?"
"Menerimanya bahwa itu semua adalah bagian dari hidupku yang tak bisa dihilangkan. Merelakannya, bahwa kejadian itu adalah satu master piece yang merubah hidupku menjadi seperti sekarang. Dan memeluk semua rasa sakit itu menjadi satu ikatan, menjadi satu bagian bahwa, haaah ini adalah bagian dari hidupku. Jadi aku menerimanya."
"Lalu apakah kau merasa sakit saat melihatku sekarang?"
"Tidak. Hanya saja..."
"Hanya saja kenapa?"
"Hanya saja kadang aku sedikit frustasi karena tulisan tulisanmu itu."
"Frustasi kenapa?"
"Aku bingung menjelaskannya bagaimana. Hal itu membuatku senang tapi sekaligusnya ada sesak didalam sini. Aku tidak tahu kenapa dan jangan tanya kenapa. Hehe"
Glek. Menelan ludah.
"Hey, aku sudah tidak apa-apa sekarang. Dan jangan karena aku cerita ini padamu lalu kamu jadi berhenti menulis tentang hujan. Aku tetap menyukai tulisanmu. Rasa sakit itu tak seberapa sekarang. Kau tenang saja. Aku tetap menyukainya."
Senyum. Sedikit terpaksa.

***

Aku ingat seminggu kemudian setelah cerita itu. Kamu pindah, katamu karena orang tuamu dipindah tugaskan. Kamu mengajakku bertemu untuk terakhir kalinya ditempat favorit kita. Tidak banyak yang kita bicarakan. Kamu hanya bilang agar aku tetap hidup dengan baik dan tetap menulis tentang apa yang aku suka. Dan kamu juga memberikanku sepucuk surat.
Dalam surat itu kamu bilang.
"Mari kita bertemu lagi saat ulang tahunku yang ke 25, ditempat biasa. Kalau saat itu kamu belum memiliki seorang yang mendampingi hidupmu. Aku mau menikah denganmu. Haha"
Dan disinilah aku berdiri sekarang. Aku menunggumu. Aku menagih janjimu. Tapi sejujurnya aku sudah menyiapkan hati untuk kemungkinan terburuk. Aku sadar bahwa surat itu dibuat saat kita masih umur labil. Dan aku tidak yakin bahwa kamu akan menepatinya. Aku akan tetap menerimanya apapun hasil hari ini. Bahkan sampai sekarang aku masih tidak tahu kejadian buruk apa yang telah menimpamu dulu.
Sebenarnya diusia dewasa ini aku bisa saja mencarimu lewat sosial media seperti dulu. Tapi sengaja tidak aku lakukan. Aku hanya tidak ingin mengulang kejadian lalu dimana aku suka menguntitmu yang sampai sekarang kamu mungkin tidak tahu.
Terkadang memang harus ada kejadian-kejadian yang tetap harus menjadi rahasia. Seperti rahasiamu dan rahasiaku. Dan kita menerimanya.
Dan aku akan menerimanya jika kamu memang tidak menepati janji di suratmu. Seperti kamu menerima kejadian buruk yang menimpamu. Aku menerimanya seperti kamu menerima hujan yang kamu membuatmu perih.

The End 

oleh Keken