“Mak! Aku pengen sekolah.!”
Rengek seorang anak pada emaknya.
“Oalah Jo Jo, mau sekolah pake apa?”
Emaknya menjawab dengan ketus.
“Ya pake baju to Mak. Masak nggak
telanjang!”
“Maksud emak itu, bayarnya mau pake
apa?”
“Aduh aduh! Emak ini gimana to? Ya
bayar pake uang to Mak?”
“Bayar pake uang! Uangnya siapa? Mbok
kamu itu sadar, kita ini miskin, gembel, nggak punya apa-apa. Makan sehari aja
susah, mau sekolah. Buat apa to sekolah itu?” Jelas Emak bernada tinggi.
Paijo membisu memikirkan kata-kata
emaknya.
“Tapi Mak, aku pengen jadi presiden.
Kan presiden harus sekolah.” Kata Paijo mengungkapkan cita-citanya.
“Hah presiden? Ngimpi! Gembel kayak
kamu mau jadi presiden.
Sadar le! Kamu itu siapa!” Jawab Emak
masih bernada tinggi.
“Tapi Mak, aku pengen jadi presiden
buat mensejahterkan gembel-gembel di negara ini Mak?”
“Men-se-jah-te-ra-kan katamu?
Mensejahterakan?
Hidup kamu aja belum sejahtera, mau jadi pahlawan
nyejahterain hidup banyak orang. Tak kasih tau ya le, sekolah itu hanya
formalitas. Walaupun sekolah tinggi-tinggi sampai ngluarin duit berjuta-juta,
ujung-ujungnya juga buat cari kerja to?” Jelas Emak panjang lebar.
“Iya Mak, tapi paling enggak kalo aku
sekolah kerjaku nggak cuma munggut sampah!” Paijo masih kukuh dengan
keinginannya.
“Tak kasih tau lagi le, diluar sana
banyak lulusan sarjana yang jadi pengangguran. Kalah sama yang lulusan SD.”
“Emang yang lulusan SD kerja apa Mak?”
Tanya Paijo penasaran.
“Ada yang Ngamen, ada yang jualan
cobek.” Kata Emak mulai melunak.
“Yah, itu sama aja Mak!”
“Sama aja gimana? Ya beda dong
setidaknya mereka bukan pengangguran. Kamu juga harusnya bersyukur, tanpa
sekolah kamu udah bisa kerja.”
“Ah Si Emak ini, Mungut sampah kok
bangga!” Sunggut Paijo.
“Ah sudahlah, nggak usah banyak cincong
lagi. Sana kerja, sampah sudah menunggumu. Cari sampah yang banyak!” Kata Emak
tidak peduli.
Dengan langkah gontai Paijo keluar dari
rumah gubuk reotnya. Wajahnya tampak sendu setelah berdebat dengan Emaknya. Dia
enggan mencari sampah. Sampai di Tempat Pembuangan, memang sampah-sampah sudah menyambutnya.
Dengan bau busuk yang menyengat. Hidung Paijo sudah kebal, jadi dia tidak
merasa terusik. Tapi dia malah duduk bersangga uang di batu pinggir tumpukan
sampah. Seorang gadis kecil berpakaian seperti model pakaian artis. Lengan kanan
bajunya tidak ada, itu bukan disengaja, tapi karena baju itu digerogoti tikus.
Dia tampak heran melihat Paijo yang biasanya rajin tapi sekarang malah
bermalas-malasan.
“Mas Paijo! Kok malah duduk-duduk
disitu to?” Tanya gadis kecil itu penasaran.
”Oh, elo Nem. Gue lagi males nyampah.”
“Lha kenapa mas?”
“Lagi nggak mood!”
“Nggak mood itu apa to?” Tanya Painem
polos.
“Lagi nggak nafsu!”
“Oalah mas mas, gembel kok ngomong pake
basa inggris segala. Haha”
Paijo mengendus kesal.
"Lah mas, nanti terus setornya
gimana?
"Ya nanti gue minta sampah loe
aja. Loe nanti cari sampahnya yang banyak ya?"
"Huu. . . Enak aja. Nggak
bisalah."
"Ya udah, aku mau nyampah
dulu!"
"Ya sana!!"
Paijo menjawab dengan ketus.
Inem si gadis kecil dengan berani naik
ke puncak tertinggi tumpukan sampah. Dengan teliti memilah-milah sampah.
***
Paijo menerawang ke angkasa, memandang
langit biru yang dihiasi titik-titik hitam. Ternyata burung-burung sedang
bermigrasi.
Tiba-tiba sebuah mobil sedan mewah
berhenti di ujung gang, jalan menuju TPA. Dua orang pria berjas rapi dan
berdasi keluar dari mobil dan berjalan menuju tempat Paijo. Seorang pria
memakai kacamata kotak hitam, dan yang lain memakai topi ala
detektif. Paijo terbengong-bengong melihat dua orang itu
menghampirinya. Mulutnya membentuk huruf O dan wajahnya tampak tolol sekali.
"Dengan saudara Paijo?" tanya
salah seorang dari dua orang itu.
"Bukan. Saya bukan saudara Paijo, saya Paijo."
kata Paijo bingung
"Ya itu maksud kami. Kami ke sini
bermaksud menjemput anda. Karena ada banyak tugas yang menunggu anda."
"Loh, memangnya ada apa ini?"
Paijo heran
"Kami akan menjelaskannya nanti.
Sekarang lebih baik anda ikut kami."
"Naik mobil itu?"
"Iya." tegas pria yang
berkacamata.
"Wah beneran nih? Asyik!! Ayo yuk
cepet kita naik mobil." Paijo girang
Paijo kegirangan, wajah katroknya
berseri-seri. Seumur hidup baru kali ini dia naik mobil mewah, biasanya dia
naik mobil bercangkang emas alias mobil pengangkut sampah.
Paijo meraba cat mobil yang hitam mulus
itu. Dia tampak takjub melihat mobil yang ada hiasan kuda berdiri di atas
kapnya. Salah satu pria membukakan pintu baginya. Ketika duduk di jok mobil dia
teriak-teriak kegirangan.
"Waw waw, empuk empuk, kursinya
empuk. Lebih empuk daripada dipan tempat tidurku." seru Paijo norak.
Dua pria itu saling memandang, heran
melihat kekatrokan Paijo.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang
melintasi rumah-rumah kardus sampai rumah-rumah itu menghilang digantikan
gedung-gedung nan tinggi.
"Hoamm. . .
Masih lama ni sampainya? Kita mau
kemana sih?" tanya pPaijo sembari menguap.
Tidak ada yang menjawab.
"Kok diam to? Cakep-cakep kok
bisu.
Eh, situ kok pakainya rapi amat. Situ
pejabat ya?" tanya Paijo penasaran
Laki-laki disebelah Paijo menggeleng.
"Kami bodyguard. Kami disini
bertugas mengawal dan menjaga anda." jelas pria bertopi.
"Wehee. . . Ngawal, gue punya
pengawal dong! Asyikk! Berarti kalian-kalian ini harus mau dong kalo gue
suruh-suruh. Hahahaha. . .
Hah, gue ngantuk, gue tidur dulu
ya."
Paijo langsung tertidur pulas
sampai-sampai air liurnya membasahi jok mobil.
***
Mobil berhenti tepat di depan pintu gerbang
yang sangat besar. Paijo terbangun, terkejut melihat di mana mobil itu
berhenti.
"Tuan, sekarang anda berada di
depan pintu gerbang rumah anda."
"Hah rumah? Ini sih bukan rumah.
Ini istana!"
Di TPA juga ada istana, nggak kalah
besar sama yang ini. Tapi baunya Masya Allah banget. Hehe . . .
Paijo cengar-cengir memperlihatkan gigi
kuningnya.
Pintu gerbang terbuka otomatis. Paijo
terkejut melihatnya.
"Waduh, gila tu gerbang! Bisa buka
sendiri. Jangan-jangan ini istana ada hantunya!
Hii . . . Atut!"
Dasar Paijo katrok.
TBC
Read part two in here
======
PS. diedit lagi tanggal 10 April 2019, cerbung enam tahun lebih yang lalu, saat blog ini masih baru-barunya, wkwkw
Komentar
Posting Komentar