Ini bukan tentang teman perjalanan pulang ke kampung halaman, bukan pula teman sekampung halaman, dan bukan pula tentang rumah teman yang dimana kamu pulang. Ini tentang teman yang selalu menjadi tempat berpulang. Berpulangnya segala cerita, berpulangnya segala kenangan, berpulangnya segala keinginan untuk kembali bersama.
Aku heran dengan pertemanan kita. Sebagai manusia yang tidak sempurna kita bukan juga teman yang sempurna. Kadang bahkan sering kali kita datang ketika aku butuh kamu atau kamu butuh aku. Namun ini sudah terjalin cukup lama dan kita nyaman-nyaman saja dengan gaya pertemanan ini. Kita jarang bersua dengan emoticon kiss atau hug di dunia maya, yang memperlihatkan betapa dekatnya kita, aku pun jarang memperhatikanmu bilamana kubaca status facebookmu seperti sedang dirudung masalah. Aku pikir kita sama-sama tahu, bila kamu butuh aku, kamu harus kemana.
Aku heran gaya pertemanan kita, aku heran jenis pertemanan apakah kita? Kita jarang saling sapa di dunia maya, kita jarang memperhatikan status sosmed satu sama lain. Hanya terkadang bila statusmu sudah menyampah di berandamu walaupun itu sudah kebiasaanmu. Aku pikir, gaya pertemanan kita kadang tak jauh dengan gagak dan kerbau. Walau terkadang sisi mutualismenya lebih condong ke satu pihak, tapi tanpa sadar kita juga tepat menjalani gaya pertemanan kita seperti ini. Aku heran saja, kenangan bersama kalian hanya sebatas sampai putih-abu abu itu pun hanya tak lebih dari satu semester. Tapi apa yang membuat kalian mendominasi hal-hal yang ingin aku lakukan adalah bersama kalian. Aku heran saat satu dari kita bertanya, apa yang membuat kita selalu tertawa bahkan saat satu diantara kita terkena musibah. Aku heran, bahkan banyolan kita (mungkin) terasa garing ditelinga orang. Kita seperti orang konyol yang menertawakan satu sama lain, menghina satu sama lain, membanggakan diri satu dengan yang lain, tapi kita nyaman-nyaman saja dengan gaya pertemanan kita.
Selalu ada teman untuk berpulang, seperti itu yang sering aku katakan pada diriku sendiri. Aku heran dengan pertemanan mereka. Kadang didepan ini seperti itu, didepan itu seperti ini, lalu ini dan itu saling berhadapan dan menganggap tidak ada masalah diantara meraka, padahal di sisi lain, ada hal yang ini dan itu tidak saling mereka sukai, namun mereka nyaman saja dengan gaya pertemanan seperti itu (mungkin saja). Dan pada akhirnya mereka juga tetap bersama, si ini dan si itu juga seperti biasanya. Berdua.
Aku heran dengan gaya pertemananmu dengannya. Kamu bilang kalau dia ada masalah apa-apa cerita sajalah ke kamu, aku pikir kamu teman yang waah sekali tetapi hanya gegara sekali kejadian yang membuat aku menjadi ragu padamu, aku takut kalau itu terjadi padaku. Ini bukan berarti aku tak mau berteman denganmu, tapi untuk memberikan porsi yang besar padamu, sepertinya aku perlu hilang ingatan akan kejadian itu. Toh, selama ini kita juga sama-sama nyaman dengan kita yang seperti ini.
Teman untuk berpulang?
Setersesat kita dimanapun, kita akan merindukan rumah, (si)apapun rumah itu, (di)manapun rumah itu. Seseorang yang menjadi “somebody I used to know” yang jadi tempat berpulang segala ketika kita dirundung masalah. Dalam imajinasiku, bahkan teman hidup bukan belum tentu menjadi teman untuk berpulang. Bahkan, saat kita ada masalah dengan teman yang biasanya menjadi tempat sampah segala cerita juga kita perlu teman berpulang lainnya. Aku sendiri heran dengan apa yang aku tuliskan. Teman untuk berpulang?!
@kekenkade
Yogyakarta, very late post 2015
Komentar
Posting Komentar