Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

Buku Bulan Februari

Yeay, konten Bulan Buku memasuki bulan kedua. Tapi seperti yang sudah aku duga setiap kali diawal aku selalu semangat buat bikin ini itu, baru masuk bulan kedua semangat itu sudah kendor karena saking toleransinya sama diri sendiri. Kadang suka heran sama diri ini.  Tapi demi kelancaran blog ini, demi menjaga komitmen dengan konten bulan buku – review tipis ala-ala, maka dengan besar hati kutulislah beberapa tentang buku (yang belum sepenuhnya selesai dibaca) bulan ini ~ Check it out ~ BERTUMBUH – SATRIA DKK (BAGIAN 1)  Penulis buku ini ada lima orang yaitu Satria Maulana, Kurniawan Gunadi, Iqbal Hariadi, Mutia Prawitasari, Novie Ocktaviane Mufti. Buku ketiga yang aku beli dari seorang penulis yang aku tahu dari tumblr. Buku ketiga yang aku beli dari Langit-Langit Creative, kadang aku ngrasa kayak bucin kalau distributor ini ngeluarin buku, bawaannya pengen punya ~ heuheu TIM : Bulan ini aja aku beli dua buku dari Langit-langit, salah satu alasannya karena

Berprasangka yang Baik

Oleh : Mutia Prawitasari dalam buku Bertumbuh Tulisan pendukung Buku Bulan Februari Pernahkan kamu merasa risih atas sesuatu yang dikatakan (dan tidak dikatakan) oleh orang lain? Atas sesuatu yang dilakukan (dan tidak dilakukan) oleh orang lain? Bahkan, atas sesuatu yang dituliskan (dan tidak dituliskan) oleh orang lain?  Mereka bertanya apa kabar, kamu pikir mereka riya dan pamer. Mereka bertanya kapan lulus, kerja dimana, kapan menikah, sudah hamil atau belum, kapan punya adik lagi, dan sederet pertanyaan lain, kamu pikir mereka mengintimidasimu. Mereka menulis sesuatu yang berbeda pendapat denganmu, kamu pikir mereka menyindir bahkan menyudutkanmu.  Pernahkan kamu merasa malu karena ternyata semua itu belum tentu benar? Yang menanyakan kabarmu, bagaimana kalau dia memang peduli denganmu? Yang bercerita tentang kebahagiaan, bagaimana kalau dia sedang belajar mensyukuri hidupnya? Yang bertanya kapan lulus, kerja dimana, dan seterusnya, bagaimana kalau dia hanya menca

Sereceh Komitmen

Oleh : Novie Ocktaviane M dalam buku Bertumbuh Tulisan pendukung Buku Bulan Februari Apakah yang pertama kali muncul di benakmu ketika mendengar kata komitmen? Apakah itu harus selalu berkaitan dengan perjanjian yang dilakukan oleh dua orang dalam situasi formal, dengan pembubuhan tanda tangan hitam diatas putih? Apakah itu harus selalu berkaitan dengan suatu perjanjian yang dimiliki oleh dua orang yang memilih untuk memutuskan hidup bersama dalam bahtera bernama keluarga? Tentunya, komitmen tidak harus melulu berkaitan dengan hal-hal besar semacam itu. Secara umum, komitmen diartikan sebagai perjanjian untuk melakukan sesuatu. Ini berarti bahwa komitemn bermakna sangat luas. Tidak hanya melakukan perjanjian dengan orang lain, tetapi juga dengan diri sendiri. Tidak hanya tentang perjanjian mahapenting, tetapi juga tentang perjanjian-perjanjian kecil dalam kehidupan sehari-hari.  Contoh paling sederhana dari sebuah komitmen adalah janji temu, semisal dua orang yang salin

Point of View

Mendapatkan ide untuk menulis ini setelah melihat begitu banyak fancam Konser Wanna One Therefore hari keempat alias hari terakhir, akhirnya masa promosi Wanna One telah selesai, para member kembali ke agensi masing-masing. Tapi tulisan kali ini nggak akan membahas tentang Wanna One, hanya saja kadang inspirasi itu datangnya nggak diduga-duga. Ini tentang ketakutan dan keresahan saya akan sudut pandang atau asumsi-asumsi yang entah itu nyata atau hanya bayangan semata.  (Btw di tulisan ini aku pakai kata ganti “SAYA”, udah nulis pakai “Aku” tapi jatohnya kok  wagu. ) Pernah tidak? Kalian melihat status, caption, atau story orang lain yang isinya keluhan mereka tentang kerjaan atau makanan atau bahkan tentang hidup , lalu kalian tetiba berpikir “nih orang kok ngeluh sih, pokoknya aku nggak mau ngeluh kayak dia, mengeluh tuh nular, aku kudu lebih semangat dari dia!” begitu kata dalam hati. Pernah nggak? Saya? Pernah.  Bermula ketika pagi ini saya scrolling story WA di daftar kontak, saya