24 April 2019

Orang-orang Sefrekuensi


Tulisan ini adalah Karya Febriani Eka Puteri dalam  buku Mind Traveler sebagai pelengkap tulisan Buku Bulan Maret. Tulisannya murni karya beliau nggak aku tambah maupun kurang satupun. Selamat membaca.

19 Desember 2014
22.06

Air jatuh berirama membasahi setiap pohon, tanah, dan bus yang saya tumpangi. Bus yang entah akan membawa saya ke mana, bertemu siapa, belajar apa, dan apa-apa lainnya. Dua jam menerawang kegelapan bias cahaya lewat jendela dengan segudang pertanyaan. Bus pun berhenti  disebuah tempat, tempat pelatihan  selama empat hari, pelatihan yang saya pun tak tahu ngapain dan tak tahu kenapa bisa ikut. Seseorang berbicara dengan suara memecah gemericik air hujan deras, memberitakan tentang pembagian kamar. Saya pun dengan spontan mengikuti rombongan entah siapa, masuk ke kamar paling pojok, sebuah ruangan dengan sepuluh kasur, lima di atas dan lima di bawah, dengan sepuluh orang yang saling asing. Saya memilih kasur di bawah tanpa memilih-milih sebelah siapa.

Meski sekamar, kami bersepuluh dalam keseharian hanya berinteraksi saat malam, yaitu selepas acara selesai, dari jam 10 malam hingga jam 1 – 2 pagi, kemudian tidur dan bangun jam 5 subuh bersiap-siap untuk kegiatan yang diawali dengan mandi air dingin di Lembang musim hujan. Teman yang posisi kasurnya di sebelah kasur saya, dia menjadi orang pertama yang saya lihat saat bangun dan menjelang tidur, selama tiga malam. Ada momen ketika kami bertatapan, lalu ketawa; ketawa untuk hal yang belum kami komunikasikan, namun sama-sama dipahami. Ya mungkin itu namanya chemistry dan satu frekuensi.

Seiring berjalannya waktu, di malam terakhir , saya menyadari bahwa sembilan teman sekamar saya ini merupakan cerminan diri saya sendiri. Si A yang rusuh, si B yang hahahihi, si C yang kritis dan mempertanyakan eksistensi Tuhan, si D yang sedikit sombong, si E yang pemalu, si F yang berantakan, dan yang lainnya. Malam terakhir itu menjadi puncak perbincangan dan diskusi, bukan tentang diskusi training hari itu, melainnya diskusi tentang apa yang dirasakan, dipikirkan, beban masa lalu, harapan masa depan, dan saya mengungkapkan apa yang saya rasakan kepada penghuni kamar ini, tentang kesamaan frekuensi, satu pemikiran. Teman sebelah  kasur saya tiba-tiba ngomong “Tuhan mempertemukan orang sesuai kelompok rohnya, jadi kita ini diciptakan dalam kelompok-kelompok, yang sejenis akan dipertemukan.” Definisi satu frekuensi  versi dia. Cuma tiga malam, gak tau kenapa sayang sama sembilan orang ini, meski interaksi hanya di kala malam.

Sebulan berlalu, komunikasi tidak seintens sebelumnya disebabkan kesibukan masing-masing di kota masing-masing. Saya pun iseng stalking dan bacain tumblr dan blog satu-satu, hahaha … lalu terkejut. Ternyata bukan hanya satu frekuensi saat training saja, bahkan si ini si itu ternyata satu pola pikir, satu visi, cita-cita yang serupa; selain perilaku yang seperti cermin, pola pikir, perspektifnya pun setipe meski dengan background yang berbeda (ada psikolog, guru, ekonom, entertainer, anak informatika, anak manajemen, dari Jawa, Sumatra, dan Makasar).

Teringat perkataan Tan Malaka bahwa air berkumpul dengan air, minyak berkumpul dengan minyak, setiap orang berkumpul dengan jenis dan wataknya. Dari situ, saya menyadari dan berpikir tentang orang-orang yang datang dan pergi, tentang orang-orang yang bisa ditoleransi dan tidak, tentang pertemuan-pertemuan yang bikin bersyukur, tentang baiknya Tuhan yang selalu memberi teman di setiap perjalanan hidup, tentang ketenteraman, kasih sayang, kekuatan, kesendirian, dan banyak hal lainnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar