25 Februari 2020

Mendefinisikan Rindu

Februari 25, 2020 0
Memakai ilustrasi dari poster Spring Day BTS karena lirik lagunya ada kata-kata bogoshipda artinya aku rindu


Tulisan ini saya dedikasikan untuk orang –orang baik yang saya temui di tahun dua ribu sembilan belas.

Ohya disclaimer dulu, “kata ganti orang pertama tunggal” di pikiran saya lagi agak roaming, jadi ditulisan ini mungkin bakalan campur aduk antara “saya” dengan “aku”.

Sebuah suara berkata : apakah itu menjadi masalah?
Aku : IYA, Masalah banget, heuheu (-.-)”

Lanjut ~

Kalau salah satu ukuran untuk mengapresiasi sebuah moment pertemuan adalah dengan membagikan foto-foto atau video kebersamaan dengan keluarga, teman, atau orang-orang yang ditemui di lini masa, saya menyadari bahwa saya kurang dalam hal itu. Saya amat menyadari bahwa saya jarang sekali membagikan momen saya dengan keluarga, teman-teman, atau orang-orang yang saya temui. Dan saya juga menyadari bahwa yang seperti saya kayak gini juga gak sedikit, tapi yang berkebalikan juga lebih banyak.

Tadi siang, untuk pertama kalinya saya install aplikasi facebook di hape saya. Install doang karena penasaran dan ada niat pengen promosi gambar disana tapi urung karena berbagai alasan dan saya uninstall lagi, hehe – gak niat –

Waktu scrolling beranda, saya nggak sengaja lihat postingan foto saya dengan Mbak saya di tempat kerja yang dulu, beserta captionnya.  Salah satu kalimatnya bilang “Orang yang nggak pernah kangen ke aku, padahal aku kangen -_-“ dari tulisan itu terus aku jadi mikir, sebenarnya kangen itu yang gimana sih?

Sebenarnya semenjak saya tahu rasanya patah hati (hilih pitih hiti) saya jadi belajar untuk tidak terlalu menggantungkan perasaan saya pada orang lain, termasuk pada keluarga ataupun teman-teman. Sederhananya, saya harus punya cadangan hati buat siap-siap kecewa dalam berhubungan sama orang. Entah itu hubungan pertemanan, perbucinan, bahkan persaudaraan. Terus apa hubungannya sama Kangen?

Kolerasinya sama hal perkangenan, mungkin hal tersebut yang membuat saya jadi jarang kangen sama temen-temen. Saya bukan yang nggak pernah kebayang momen saat bersama mereka, tetap kebayang tapi yaudah. Pengen balik ke masa-masa itu? hmm, mikir dulu kali yaa , hehe

Pernah salah satu sisterfillah saya tanya di chat WhatsApp “Kangen nggak sama aku?” terus saya jawab “Enggak, hehe”. Karena emang nggak ngrasa kangen, tapi kan kenangan bersama sista nggak hilang.

Jadi sampai saya nulis ini pun saya nggak tahu harus mendefiniskan kangen itu seperti apa, yang jelas salah satu tujuan saya menulis ini adalah untuk mengabadikan moment bersama orang-orang yang saya temui di tahun dua ribu sembilan belas. Supaya kelak, ketika saya membaca tulisan ini di kemudian hari, cerita-cerita bersama mereka tetap ada dan abadi. :)   

Mereka adalah rekan kerja saya selama sembilan bulan sampai akhir Desember kemarin. Alhamdulillah pada bulan April 2019 saya mendapat kesempatan untuk bekerja disalah satu instansi yang letaknya tidak jauh dari rumah saya. Untuk pertama kalinya saya kerja dekat dengan rumah. T.T

Pertemuan dengan beliau-beliau ini membuat saya banyak belajar, tidak hanya tentang pekerjaan namun juga tentang sisi lain kehidupan. Jhaaaa ~

Ada salah dua mbak-mbak (eh, yang satunya lebih muda ding, tapi w manggilnya tetep pake mbak, wkwk) yang sering banget jadi temen diskusi. Mulai dari buku, film, webtoon,berita, dan relationship, eyaa ~

Orang-orang baru yang saya temui tidak hanya dari mereka yang bekerja di instansi tersebut, tetapi juga dari masyakakat luar yang menjadi pendamping desa yang menghubungkan dengan instansi tempat saya bekerja. Dari mereka saya juga banyak belajar.

Ada satu momen yang membuat saya bersyukur dan trenyuh atas kebesaranNya, adalah ketika saat pertemuan koordinasi hari terakhir yang ditutup dengan acara karaoke bareng. Saya yang pada saat itu sedang mengalami krisis toleransi karena sebuah "nasihat" terhadap pilihan yang saya sukai dan ingin saya jalani, entah dapat ilham dari mana saya jadi mikir dan trenyuh saat melihat bapak-bapak dan ibu-ibu ini begitu menikmati acara karaoke tersebut. Saya menjadi semakin kagum pada kebesaranNya yang telah menganugrahkan beranekaragam cara untuk menghibur diri.

Saya tidak tahu masalah apa yang mereka hadapi atau kegelisahan apa yang mereka cemaskan. Tapi melihat mimik wajah mereka yang begitu lepas menikmati setiap irama lagu, saya jadi percaya bahwa mungkin ini salah satu cara Tuhan menganugrahkan kesenangan kepada para beliau ini.


Dan untuk momen-momen yang lainnya.

Saya ndak akan lupa bagaimana rasanya gabut di awal-awal masuk kerja.

Saya ndak akan lupa gimana ribetnya bantuin bikin laporan pertanggungjawaban, rasanya kayak mengulang masa-masa waktu ikut PKM, ternyata ribetnya dulu jaman kuliah berguna juga di keribetan yang ini, wkwkw

Saya ndak akan lupa gimana kami sampai malem nungguin orang-orang yang mau ngumpulin laporan, atau nunggu tanda tangan Bapak yang paling berwenang, yang padahal aslinya biasa aja, cuma karena saya gampang cemas jadi mau minta tangan aja drama dulu ~ heuheu

Dan tentu saja momen saat kami piknik bersama ke Klaten atau Pantai, terima kasih akhirnya saya bisa  foto di dalam air, haha

Kata ini akan selalu berulang lagi dan lagi, untuk kerja samanya, untuk suka-dukanya, untuk keribetannya, untuk dramanya, untuk ilmunya, untuk sharing pengalamannya, dan untuk ceritanya TERIMA KASIH banyak.

Big Love.


Kantor baru, 25 Februari 2020 | di luar hujan deras | K

credit photo : google

22 Januari 2020

Married is A Prank

Januari 22, 2020 0
DISCLAIMER : semua yang di tulis disini hanyalah pendapat pribadi, kalau tidak setuju tidak masalah, kalau mau memberi saran dan kritik silakan di kolom komentar, enjoy (^o^)'

Ini menurutku aja sih, pernikahan adalah sebuah prank yang kamu ciptakan sendiri. Kata mbak di tempat kerjaku, meskipun sudah bertahun-tahun pacaran, sifat asli pasangan itu benar-benar akan ketahuan setelah menikah. Ibaratnya waktu pacaran itu 40% yang kelihatan, nah 60% -nya itu waktu udah menikah.


Rencananya mau foto tangan aku sama kamu tapi aku sadar diri kamu-nya belum ada :)


Makanya, seperti yang aku bilang diawal, pernikahan itu ibarat sebuah prank yang kamu ciptakan sendiri, dimana kamu “menjebak” orang untuk ikut masuk dalam permainan itu. Jebakannya seaneka ragam sifat dan perilakumu atau sifat dan perilaku dia yang  tersembunyi.

Pada akhirnya, permainan saling menjebak itu akan berakhir menyenangkan atau mengenaskan, yang bisa merasakan hanya mereka.

Dulu, waktu masih jadi bucin, pengen banget nikah terus merasakan kehidupan pernikahan yang lovely dovey, punya anak yang lucu, gemes, imut-imut. Tapi setelah nggak jadi bucin, mulai banyak cari tahu, banyak baca, dan banyak bertanya, aku penasaran, orang-orang tuh ada ketakutan buat nikah nggak sih? Atau lebih takut kalo nggak nikah? Iya sama sih, aku juga lebih takut yang kedua. Tapi kalo dipikir lagi, lebih horor menikah padahal sadar diri ini belum siap, terus terjebak dalam pernikahan yang bikin hidup nggak tenang, dan malah jadi batin war seumur hidup. Naudzubillah ~

Aku belajar untuk mendefinisikan apa yang membuatku belum siap untuk menikah, ketakutan dan kekhawatiran apa yang aku rasakan kalau mengambil keputusan seumur hidup itu dan bagaimana cara mengatasinya. Dan aku rasa, hal tersebut membantu ku untuk bisa tahu apa yang aku mau.

Baca Q & A  tentang relationship di beberapa KOL instagram  bikin nambah ilmu tentang apa-apa yang harus dipersiapkan dan harus ditanyakan sebelum membangun rumah tangga. Makanya, aku terinspirasi juga buat bikin daftar pertanyaan apa saja yang bakal aku tanyain kalau misal udah ketemu jodoh, muehehe

Kalo dilihat, kayaknya ribet banget ya? Ih, ntar malah bikin ruwet terus nggak jadi nikah gimana? Nah, justru itu, dari pada malah ribet setelah menikah, malah ruwet setelah nikah? Masak mau di CTRL + Z? Aku udah tanya sama beberapa mbak yang sudah menikah, dan memang hal-hal yang mengusik di hati maupun di pikiran tentang pasangan, keluarga pasangan, pendapat pasangan tentang kita kalau kita gini atau gitu, dan lain-lain itu sangat perlu di tanyakan dan didiskusikan dalam proses menuju mahligai pernikahan.

BHAY, dari aku yang belum nikah tapi sotoy ~


Rumah, 21 Januari 2019 | Hujan menjelang ashar | K

credit foto : google

Demi Kesehatan Mental dalam Bersosial Media

Januari 22, 2020 0
Pertengahan tahun 2018, sekitar bulan Agustus,  aku mengalami sedikit masalah antara diriku dan sosial media. Baru dibulan Januari tahun ini aku tahu, bahwa yang aku alami satu setengah tahun yang lalu adalah Social Media Comparasion. Membanding-bandingkan diriku dengan orang-orang yang ada disosial media. Orang-orang itu tentu saja teman-teman yang menjadi following atau followerku di Instagram pada saat itu.


credit foto 



Pada saat itu aku merasa ada yang salah dengan diriku. Aku jadi malas, nggak mood mau ngapa-ngapain, merasa useless, nggak bisa tidur. Aku sebenarnya tahu bahwa yang aku lakukan dengan scrolling instagram itu menambah ketidakperdayaanku untuk terus membanding-bandingkan pencapaian-pencapaian itu, tapi tetap saja aku melakukannya. Rasanya aku nggak pengen  kehilangan info updatean dari teman-teman.

Sampai akhirnya aku sadar, kalau aku begini terus, aku nggak akan maju, nggak akan sembuh dari krisis diri ini. Kurang lebih tiga minggu, aku memutuskan untuk meng-unfollow semua teman-teman yang aku ikuti. Hanya satu-dua yang masih aku ikuti. Itupun bukan teman yang aku kenal dekat, aku tetap menfollownya karena postingannya tidak ada masalah denganku, bahkan kadang memberiku inspirasi.

Tahu apa yang kurasakan setelah membersihkan hampir semua followingku, dan memutuskan untuk hanya menfollow akun yang tidak membuatku menbanding-bandingkan?

Lega

Lega banget rasanya.

Hidup lebih tenang ketika nggak melihat apa-apa yang sudah dicapai orang  lain. Hehe

Ditahun 2019, aku mulai belajar sedikit demi sedikt soal kesehatan mental. Mengurangi penggunaan instagram personal. Aku punya dua instagram yang satu kugunakan untuk posting karya atau jualan. Di instagram yang lama aku mulai follow lagi teman-teman, tapi notifikasi postingan dan story mereka sebagian aku mute. WKWKW

Kalo ada yang bilang, ya fungsinya sosial media kan buat posting apa yang ingin kita posting. Iya, itu benar sekali, dan kita juga punya hak untuk tidak melihat apa yang orang lain posting. Chills ~


Rumah, 19 Januari 2019 | K

21 Januari 2020

Menggambar, Mental Issue, dan Menikah

Januari 21, 2020 0
Di tahun 2019, persoalan mengenai menggambar, mental issue, dan menikah memberikan cukup banyak ilmu dan sudut pandang baru. Ketiga hal tersebut yang juga kadang menghiasi masa kegalauan ku. Supaya lebih mudah, ku akan menjelaskan kedalam tiga bagian

MENGGAMBAR

Diawali dengan kegalauan perihal menggambar. Sejujurnya, di tahun 2018 aku melihat sebuah postingan “dakwah” yang menurutku menakutkan, membuatkan ku berpikir ulang apakah aku akan meneruskan kegemaranku untuk menggambar. Seiring berjalannya waktu, setelah mencari lebih dalam mengenai “dakwah” tersebut, perasaan ini sedikit lebih lega. Pelan-pelan, ku bangun lagi kepercayaan diri untuk menggambar.

Kemudian di awal tahun 2019, salah seorang teman dekat yang sudah “hijrah” bercerita padaku kalau dia habis mendengarkan ceramah tentang gambar-menggambar. Nasihatnya tak jauh berbeda dengan apa yang pernah aku dengar dulu. Mungkin karena aku belum memiliki pondasi prinsip yang kuat untuk mempertahankan keinginanku untuk tetap menggambar, jadi aku kembali merenungi nasib hobi menggambarku. Galau menggambar istilah untuk diriku saat itu.

Aku pikir aku sudah tidak akan galau lagi, nyatanya  keresahan itu hanya terdistrasi oleh rutinitas, tidak benar-benar menyembuhkan.

Kembali, aku pun mencari tahu lebih banyak lagi kali ini. Yah, bisa dikatakan aku mencari pembenaran, mencari validasi yang mendukung bahwa menggambar apa yang aku ingin gambar adalah tidak apa-apa.

Bagaimana aku tidak galau, nasihat atau ceramah yang disajikan padaku mengenai menggambar apa yang ingin aku , dijelaskan disana ancamannya adalah neraka. Haaahhh ~

Sampai akhirnya, aku memutuskan bahwa yang aku lakukan adalah tidak apa-apa.  Lebih dari menggambar, aku menemukan banyak hal baru mengenai keyakinan yang selama hidup aku anut. Aku mulai lebih menaruh rasa ingin tahu pada agama yang selama ini aku yakini.

Lebih dari menggambar, aku mulai mencari tahu tentang toleransi yang pada saat itu – mungkin hingga saat ini – bahkan masih sering diperdebatkan. Aku mulai mencari tahu tentang apa-apa yang disalahpahami dari agamaku. Aku mulai mencari tahu mengenai keberhijrahan. Aku mulai mencari tahu tentang agamaku yang mudah tapi sangat indah ini.

Sampai pada sebuah kesimpulan. Apa yang disampaikan  kawanku adalah pilihannya untuk menjalani apa yang dia yakini. Apa yang aku kerjakan saat ini adalah pilihanku untuk menjalani apa yang aku yakini. Cheers       ~


Rumah, 19 Januari 2019 | K

17 September 2019

Kutipan Buku Bulan Mei Juni Juli Agustus

September 17, 2019 2
MELANGKAH SEARAH – AJI NUR AFIFAH

Menikahlah dengan seseorang yang juga mau menikahi mimpi-mimpimu. Yang matanya berbinar ketika citamu berbinar. Yang senyumnya ikut terkembang ketika asamu terkembang.
Dalam menikah kosakata yang dikenal tidak hanya ‘manis’ dan ‘romantis’, tapi ada juga ‘adaptasi’, ‘kompromi’, dan ‘penerimaan’.

40 hari Tanpa Bertengkar
“Pik, nanti kalau kamu sudah menikah, 40 hari pertama enggak boleh berantem. Enggak boleh marahan sama sekali.”
“Sama sekali. Meskipun kamu harus menangis-nangis menahan emosi, tahan. Jangan diluapkan. Jangan sampai kamu berkata-kata yang enggak baik, jangan sampai ribut-ribut. Diam saja, tahan. Sampai 40 hari.”
“Memangnya kenapa, Bu?”
“Nanti kamu akan terbiasa untuk meredam ego dan emosi. Ibu dulu juga diberi pesan begitu sama teman Ibu yang menikah duluan. Kata beliau, 40 hari pertama itu sedikit demi sedikit mulai terbuka kelebihan dan kelemahan pasangan, jadi harus banyak bersabar.”
“Terus kalau ingin marah gimana?”
“Jangan sampai marah, didinginkan dulu, baru diungkapkan.”

Melakukan hal yang tidak penting bersama-sama itu penting dalam merawat hubungan. Menceritakan hal yang tidak penting juga penting. Seberapa pentingnya orang tersebut bisa juga diukur lewat ketidakpentingan yang dibagi bersama.

Seni berumah tangga, sederhanakan ekspetasi, tinggikan sabar, sempitkan ego,  luaskan syukur, berhenti menuntut hak, mulailah memenuhi kewajiban. Bumikan ikhtiar terbaik kita, langitkan niat karena-Nya.


LAKI-LAKI YANG TAK BERHENTI MENANGIS – RUSDI MATHARI

Tidak pula ada larangan untuk berbeda keyakinan, karena Islam adalah agama yang merahmati seluruh alam

Islam adalah agama yang membenarkan ajaran-ajaran Taurat, Zabur, dan Injil

Tidakkah selain kelahiran, salah satu perayaan terbesar manusia adalah kematian

Andai Allah menghendaki maka segala sesuatunya niscaya akan dibuat sama dan seragam


ALLAH TIDAK CEREWET SEPERTI KITA – EMHA AINUN NADJIB

Salah stau bentuk membangun kebencian adalah suka menyesat-nyesatkan orang. Menuduh orang sesat, tapi tidak menunjukkan jalannya.

Jangan terlalu cemas menghadapi hidup. Kita pahami hidup seluas-luasnya, supaya tetap bisa bergembira agar anda tidak membenci orang yang menyakiti anda.

Jangan terlalu memikirkan hal yang seharusnya bukan tugas anda untuk memikirkannya. Jangan mengkhawatirkan hal-hal yang sudah dijamin oleh Allah, Al Rahman Al Rahim

Semakin tinggi kecerdasan dalam bersyukur, semakin  indah hidup ini. Sesuatu yang awalnya terasa tidak enak akan jadi indah jika dimaknai dengan rasa syukur.

Tanda kedewasaan dan kependekaran adalah kalau seseorang sudah rela melakukan sesuatu yang dia tidak sukai atau rela tidak melakukan sesuatu yang dia sukai.

Ketika kita mempersepsikan bahwa belajar itu harus dalam institusi resmi, itu sama artinya dengan kita membatasi diri sendiri.

Sumber kesehatan nomor satu adalah tidak berpikir curang. Orang yang sehat akan berpikir jujur. Begitu curang, saraf anda jadi kacau dan susunannya jadi rusak.

Kalau tidak ingin mati, gampang, tidak usah hidup. Kalau tidak hidup anda bebas dari kematian.

Orang Islam itu omongan dan tindakannya membuat semua orang merasa aman. Itulah orang Islam.

Allah itu melihat hatimu, tidak melihat kebenaranmu. Kebenaran anda tidak bisa menemukan kebenaran sesungguhnya. Maka, jangan anda mempertengkarkan kebenaran.

Kebenaran letaknya bukan pada perilaku, tapi dalam diri kita. Output kebenaran adalah kasih sayang dan akhlak yang baik – akhlakul karimah. 

Hidup adalah mengalahkan diri sendiri

Yang bikin kita sakit, sedih, atau cemasitu karena kita menuntut.


MERASA PINTAR, BODOH SAJA TIDAK PUNYA – RUSDI MATHARI

“Sebulan yang lalu? Setahun yang lalu? Sejak mulai kamu lahir, kamu ingat berapa kali kamu berak dan kencing?”
“Sampean juga nggak ingat toh Cak?”
“Seperti itulah ikhlas”

Wahai Sulaiman, menangkap dan memenjarakan iblis tidak akan mendatangkan kebaikan pada manusia, karena manusia menjadi tidak bergairah beribadah dan mencari nafkah.

Salatmu dan sebagainya adalah urusanmu dengan Allah, tapi Sarkum yang yatim dan ibunya yang kere mestinya adalah urusan kita semua.

Lewat musibah, mereka seharusnya menyadari, diri mereka fakir. Tidak punya apa-apa. tidak punya daya kekuatan apa pun di hadapan Allah.

“Semua keinginanmu itu pada dasarnya nafsu, Gus. Ia meletup-letup di dadamu. Marah. Dengki. Dendam. Malas. Bosan. Ingin berbuat baik. Ingin beribadah. Dan sebagainya semuanya nafsu, Gus.”
“Kok beribadah nafsu, Gus?”
“Ya, bila kamu tak tahu untuk apa dan siapa ibadahmu. Bila kamu hanya ingin pamer dan dipuji, termasuk dipuji oleh dirimu sendiri yang orang lain tidak mengetahuinya kecuali dirimu sendiri.”

Manusia diminta mematikan terlebih dulu nasfu-nafsu mereka sebelum jasab mereka mati. Setidaknya agara nafsu mereka pernah merasakan kematian.

Benar, kalian mungkin kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, tapi justru karena kesulitan itulah sedekah kalian menjadi luar biasa. Sangat istimewa.

Berwudu yang sebenarnya adalah memberi maaf. Memadamkan api kemarahan dan kebencian. Percuma kalian berwudu seribu kali, tapi hati kalian tidak memaafkan. Hanya muka kalian saja yang merasa sejuk, tapi hati kalian terus merasakan panas didera kebencian.

Sekian

Borobudur, 16 September 2019 | K

11 September 2019

Menjadi Manusia, Menjadikan Sawit yang Baik

September 11, 2019 2
Menjadi manusia tidak lepas dari berbagai macam kontroversi. Banyak permasalahan dalam hidup ini yang membuat kita selalu bertanya apakah yang kita lakukan sudah benar, sudah bisa diterima orang lain dengan baik dan  tidak menyakiti pihak lain, atau malah apa yang kita lakukan adalah salah, mendapat banyak sindiran bahkan sampai menyinggung dan menyakiti orang lain.


sumber gambar

Pun begitu dengan Kelapa Sawit, sudah berapa banyak kasus yang disebabkan oleh tumbuhan industri yang tergolong famili palmae ini. Banyak masalah terkait kelestarian lingkungan hidup yang disebabkan oleh perkebunan Kelapa Sawit. Pembukaan lahan untuk perkebunan Kelapa Sawit dianggap sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan. Kebakaran hutan yang menyebabkan beberapa daerah di Pulau Borneo dan Pulau Sumatra terkapar asap yang menghalangi pemandangan.

Penelitian mengatakan bahwa perkebunan sawit bukan penyebab utama deforestasi. Kelapa Sawit hanya menyumbang 8% persen dalam penurunan kualitas hutan, dibawah  perkebunan jagung yaitu 11% dan  perkebunan kedelai 19 %. Namun, nyatanya persentase tersebut tetap saja menyumbang   kerusakan lingkungan. Sayangnya tanpa Kelapa Sawit, hidup kita juga kurang lengkap.  

Dibalik permasalahan yang ditimbulkan, Kelapa Sawit telah menyumbang banyak hal demi kelangsungan hidup manusia. Usaha perkebunan Kelapa Sawit setidaknya menjadi sumber mata pencaharian 21 juta orang , dan secara tidak langsung mengurangi angka kemiskinan hingga 10 juta orang. Industri Kelapa Sawit juga menjadi penyumbang devisa terbesar negara. Indonesia bersama Malaysia menyuplai 85% minyak Kelapa Sawit dunia. Selain itu industri Kelapa Sawit juga mendorong perkembangan UKM, menyalurkan dana CSR ke masyarakat sekitar, dan menciptakan lapangan pekerjaan baru untuk kawasan pedesaan, hal itu membuat Kelapa Sawit turut serta sebagai motor penggerak ekonomi kerakyatan Indonesia.

Pekerja di Perkebunan Kelapa Sawit (sumber gambar)

Penulis menanalogikan hubungan Kelapa Sawit dengan kelangsungan hidup sepeti hubungan antar manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup tanpa manusia yang lain. Meskipun dalam realitanya, hubungan itu tidak terlepas dengan konflik.

Begitu pula dengan hubungan antara Kelapa Sawit dengan kelangsungan hidup di dunia ini. Dalam satu hari saja kita pasti menggunakan produk olahan Sawit. Mulai dari pasta gigi, sabun, sampo, roti dengan margarin, mencuci dengan detergen, sampai memakai alat kosmetik yang mengandung campuran bahan minyak Kelapa Sawit. Benda-benda tersebut sangat dekat dengan kita, jadi apakah kita bisa hidup tanpa Sawit?

Jika pembukaan lahan untuk perkebunan Kelapa Sawit itu memerhatikan komposisi lahan yang digunakan, kerusakan lingkungan dapat dicegah.  Berdasarkan penelitian, perkebunan Kelapa Sawit dilakukan di 43% lahan terlantar atau 27% hutan produksi yang terdegradasi. Bila hal itu dilakukan tentu saja tidak akan mengganggu ekosistem yang lain.

Saat ini pemerintah berupaya untuk menciptakan sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan dan diharapkan mampu menjadi energi alternatif demi mengurangi emisi gas rumah kaca. B20 adalah bahan bakar hasil pencampuran 80% solar dengan 20% biodiesel berbahan dasar nabati seperti sawit.


Kelapa Sawit untuk Bahan Bakar Ramah Lingkungan (sumber gambar)

Namum, disamping upaya pengembangan energi terbarukan tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa  pembukaan lahan industri perkebunan Kelapa Sawit yang tidak memerhatikan komposisi lahan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan menambah gas efek rumah kaca.

Sebenarnya yang menjadikan kontroversi mengenai lahan Kelapa Sawit dengan isu lingkungan hidup adalah manusia itu sendiri. Ada saja pihak-pihak yang tidak memerhatikan lingkungan demi keuntungan komersial. Padahal sebagai makhluk yang berakal dan berbudaya, hal yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain adalah pengendalian diri.

Pengendalian dalam menggunakan sumber daya alam dalam hal ini adalah Kelapa Sawit, pengendalian dalam membuka lahan untuk perkebunan Kelapa Sawit, pengendalian dalam menggunakan bahan olahan dari Kelapa Sawit,  dan pengendalian diri lainnya yang mendukung pengolahan Kelapa Sawit yang baik dan ramah lingkungan.

Mari menjadi manusia yang baik, manusia yang menjadikan sawit yang baik pula. Sawit yang kuat untuk Indonesia yang Hebat.

Sekian


Magelang | 11 September 2019 | K 

22 Agustus 2019

Hello Agustus

Agustus 22, 2019 1
Hai, ini aku ~
Memutuskan untuk menganti nama domain dengan banyak alasan, salah satunya karena kebanyakan nonton film bertema detektif, crime, dan sejenisnya menyebabkan saya lebih aware terhadap penggunaan nama asli di dunia maya. 

Alasan kedua, supaya tidak terlalu memikirkan asumsi orang bakal mikir apa kalau saya bikin tulisan-tulisan yang saya post ini. Padahal sejatinya ya tetep kepikiran sih, kalau link tulisannya saya juga yang ngeshare. Tapi seenggaknya, kalau misal ada orang random mampir ke lapak saya nggak bakal tahu nama asli saya. 

Iya. Saya lagi terobsesi untuk merahasiakan nama saya di dunia maya. Mungkin efek ngikutin dunia perfansitean hallyu, yang sebagian besar pakai nama samaran. 

Ketiga. Alasan yang lain mungkin akan menyusul seiring berjalanannya waktu. Sudah saatnya saya menghentikan omong kosong ini. Ohya, hari ini, jigeum, right now, ditulisan ini saya pakai kata "saya". Mau nulis pakai kata "aku" tapi kok aneh. Tunggu, abis ini deh ~

Ohya, menu halamannya aku (nahkan, "aku" kembali) putuskan untuk jadi tiga menu aja. Nggak kebanyakan seperti kemarin. Menu tersebut dipilih atas dasar kemungkinan bakal sering nulis soal itu, haha 

Menu Hallyu, direncakan akan menjadi wadah saat aku mengalami kehaluan akibat nonton drama, variety show, idol, atau bab perkoreaan. Halunya bisa berfaedah tapi nggak jarang tidak berfaedah. Emang Halu yang berfaedah yang gimana sih? Yaa, aku pun tak bisa menjelaskan tapi aku bisa merasakan. HAHAHALUU

Menu Book, book dalam bahasa indonesia artinya buku. Jadi menu ini nanti tentang review buku, sinopsis buku, atau sambatanku tentang buku yang aku baca kok kayak gini. 

Menu NTSM, seperti kepanjangannya yang sudah sangat umum "Note To My Self", isinya tentang refleksi, intropeksi, dan yang jelas sambatan. Yippie !!

See You ~


Kamis, 22 Agustus 2019 | K

08 Juli 2019

How Reality Hit Us : Susahnya Cari Kerja

Juli 08, 2019 0

Setelah sekian lama akhirnya aku curhat lagi disini. Dari bulan lalu  udah banyak pikiran yang mau disambatin tapi kemageranku buat buka Ms. Word sangat kuat T.T

Tapi kemarin-marin malam ku  dapat ide setelah melalu sesi percakapan dunia maya dengan salah seorang kawan lama.

Seperti judulnya, kalau dipikir-pikir orang lain juga banyak yang mengalami hal ini sih. Setelah lulus sekolah atau kuliah lalu nyari kerja tapi susah dapatnya. Dulu sewaktu masih “masa menunggu” panggilan, masa ngelamar kerja sana-sini, masa mempertanyakan “yakin nih mau kerja (?) atau meneruskan usaha yang belum seberapa dan minim akan dukungan” ini, aku juga galau berbulan-bulan gegara belum dapat kerja. Senengnya ada temen yang juga mengalami hal yang serupa, jadi kita galaunya bareng-bareng, meskipun didepan saling menguatkan dan menyemangati tapi didalam pasti “nggerus ati T.T

sumber gambar : google 



PENGALAMAN BELUM BEKERJA

Dulu ada teman yang pernah cerita, kok susah banget yaa nyari kerja, kalau lihat teman-teman yang udah dapat kerja, rasanya sedih dan iri kenapa kita belum dapat kerjaan. Berbulan kemudian akhirnya dia dapat pekerjaan yang lumayan banget dinginkan orang-orang seantero negeri +62. Waktu masih ngganggur, dia jarang tuh update status, tapi setelah dapat kerjaan dia jadi sering membagikan perikehidupan pekerjaannya. Dari situ jadi mikir, disatu sisi mungkin dia pengen “bales dendam” untuk kepuasan diri sendiri, untuk membuktikan sama orang lain bahwa “ini loh aku udah dapat kerja”.

Tapi disisi lain aku juga mikir, gimana ya kalau ada “dia yang lain” yang lihat postingan dia terus ya merasakan apa yang pernah dia rasakan, perasaan sedih dan iri kenapa belum dapat kerja seperti dia? “Dia yang lain” ini adalah orang-orang yang juga masih menunggu, masih belum punya kerjaan, yang masih mengganggur. Seenggaknya dia yang udah dapat kerja ini berempati sama dia yang belum dapat kerja dengan nggak posting hal-hal yang mungkin bikin iri dan sedih seperti yang pernah dia rasakan dulu.

Bisa dipahami nggak ya tulisan belibetku ini? Kalau engga, berarti nggak sama soalnya aku yang nulis jadinya aku mudeng. Wkwkwk

Yaa~ tapi kan kita nggak punya tanggung jawab buat ngatur perasaan iri dan sedih-nya orang lain kan yaa. Jadi kalau misal postingan orang lain bikin sedih dan iri, bisa tuh mengaktifkan tombol mute story dan post biar nggak lihat postingan orang-orang (aku --> yang pengalaman membisukan post dan story rangorang) xixixi

MILIH-MILIH PEKERJAAN

Mungkin benar tulisan yang bilang “gelar yang menggerogoti mental” di sebuah buku. Salah satu yang bikin susah dapat kerjaan setelah lulus sekolah apalagi dari bangku perkuliahan adalah gelar yang disandang. Berdasarkan hasil dengerin cerita teman, baca, atau pengalaman diri sendiri emang setelah lulus jadi semacam punya “beban” untuk mempertanggung jawabkan gelar yang sudah disandang. Mau kerja juga daftarnya pengennya yang sesuai dengan jurusan kuliah, biar ilmunya juga bermanfaat. Setelah lulus dan menyandang gelar itu kadang jadi punya kriteria ini itu buat nglamar kerja. Huft.

Aku pribadi sebenarnya juga punya kriteria pekerjaan yang aku inginkan. Dari dulu pengennya kerja yang nggak banyak ngomongnya dan nggak berhubungan sama banyak orang. Padahal kalau dipikir, jurusan kuliahku itu fokusnya nanti juga berhubungan sama banyak orang. Membayangkan untuk ngomong didepan orang, bicara yang bisa menginspirasi atau memberdaya seperti itu saja sudah melelahkan T.T

Tapi kalau diinget-inget lagi, alasan dulu milih jurusan ini emang bukan karena ingin kerja tapi karena pengen kuliah aja, yang penting di kuliah di Yogya, jurusan yang nggak terlalu terkenal, yang passing gradenya kira-kira mampu aku capai soalnya aku sadar waktu belajar ngerjain soal-soal SNMPTN itu susah banget sampai bikin males dan pasrah aja, dan satu alasan lagi, soalnya waktu itu ada kesempatan buat ngrasain kuliyah geratis gak bayar. Haha, kasian sekali pemerintah, menghamburkan sepersekian persen dana untuk menyekolahkan orang macam ini, sudah begitu gak tahu malu, malah menuliskan kebobrokannya disini. Heee ~

Kembali ke masalah milih-milih pekerjaan. Rasanya cari kerja waktu masih pelajar atau mahasiswa dibanding rasanya cari kerja pas udah lulus itu beda. Kalau masih menyandang status pelajar atau mahasiswa gitu rasanya gak terlalu salah-salah banget kalau belum bisa ini itu yang sesuai sama pekerjaan, ada title masih pelajar jadi masih belajar, salah ya wajar. Beda sama udah lulus, seolah-olah kita sekolah bertahun-tahun itu udah nyerap semua ilmu dan bisa langsung profesional dalam bidang pekerjaan itu. Padahal belum tentu.

Disclaimer : Ya aku tahu, nggak semua pekerjaan memandang seperti itu, tapi rasa-rasanya lho ya, dan ini cuma sependek perenunganku aja, kalau ada yang lain, just let me know ~ hehe

Kadang aku rindu jadi mahasiswa yang nyambi kerja serabutan, banyak asyik serunya gitu. Dulu pernah dimintai teman buat bantuin disekolah, asli, ini bikin deg-degan, karena harus berhadapan dengan orang tua dan anak-anak, harus bermuka manis didepan mereka dan didepan pemilik sekolahnya. Huft, melelahkan, tapi seenggaknya pernah ngrasain kerja disana. Terus dulu juga pernah dimintai mbak kos buat nulisin tugas laporan temannya yang kuliah di kesehatan. Lumayan, satu laporan 100 ribu, nulis tangan udah ada teks booknya tinggal nyontek. Membantu sekali demi menyambung hidup sebagai anak kontrakan. wkwkw

Intinya, kadang gelar yang telah disandang setelah lulus sekolah, jadi “penghalang” pada diri kita sendiri untuk memilih pekerjaan. Pengennya yang sesuai sama kriteria kita, yang sesuai dengan ilmu perkuliahan yang dipelajari, dan mungkin yang sesuai sama tuntutan orang tua yang udah bayarin kuliyeah, atau lagi yang sesuai sama  tuntutan orang lain yang memandang “loh kamu kan lulusan ini, kerjanya harusnya disini dong”. Ya ya ya ~

Disclaimer : iya, aku sadar, nggak semua orang kayak gitu ~ hehe

Lalu, apakah sekarang aku dapat kerja yang sesuai sama keinginan dan kriteriaku? Enggak juga. But it's okay, that's fine, that's life. :))

ASUMSI TERHADAP PANDANGAN ORANG LAIN

Kalau barusan yang dibahas diatas tentang kemungkinan tuntutan orang lain yang memandang “kamu lulusan kuliah ini, seharusnya kerjanya disini”. Dibagian ini pengen direnungi lagi, sebenarnya orang lain itu beneran memandang kayak gitu nggak ya? Atau itu hanya asumsi kita, kesensitifan kita karena belum dapat kerja, kebaperan kita, dan ke ke yang lain (?)

Contohnya : Waktu liburan lebaran kemarin dimintai tolong sama tetangga buat jadi kasir di toko kerudungnya. Wah, lumayan, pengalaman baru dan pemasukan uang saku selama liburan, haha. Terus ada sodara yang kebetulan beli kerudung disitu lalu ketemu aku dan tanya “sekarang kerja disini”, kubilang iya, terus beliau jawab “oh ya nggak papa”. Terus aku jadi mikir,  ya emang nggak papa, terus kenapa? Asumsiku, seolah-olah beliau ini mikir, “loh nih anak kan lulus kuliah masak kerjanya sekarang disini”. Padahal, aslinya, mana aku tahu beliau mikir seperti itu. Aku kan nggak tahu orang lain ini sebenarnya mikir apa, beneran memandang seperti yang kita asumsikan atau enggak. Kalau bahasa kerennya ZU’UDZON. Sengaja pakai kata asumsi biar nggak kelihatan kalau ke-ber-iman-annya masih kurang. Huehue

Sama kayak waktu mau nyari kerja atau daftar kerja. Ada perasaan resah dan gelisah kalau kerja disini atau disana, yang nggak sesuai sama jurusan kuliah atau malah kerjaan yang kriteria pendidikannya dibawah yang pernah kita jalani, terus kita jadi mikir, nanti kalau kita kerja disini, pandangan orang-orang gimana, masak lulusan ini kerjanya di itu, udah kuliyah mahal-lama lulus kerjanya cuma  jadi itu, dan hal-hal lain yang menurut kita, orang lain memikirkan itu saat memandang pekerjaan kita. Padahal aslinya, semua itu belum tentu.

Bisa jadi dibalik “oh ya nggak papa”-nya beliau ada doa-doa didalamnya,  ada kesan “sip, bagus, buat pengalaman, biar ngrasain kerja disini”, dan ada hal-hal positif lainnya yang bertentangan sama asumsiku.

Emang kadang harus negthink dulu untuk menyadari kalau sebenarnya ada banyak hal positif yang patut direnungi, emang kadang harus sambat dulu, untuk menyadari ada banyak hal yang patut disyukuri ~ eaaaa

Sekian


Magelang, 7 Juli 2019 | 17 hari menuju debut showcase si ai eks seu (tetep ada promosi KPOPnya T.T) | K


27 Juni 2019

Sambat Hari Ini

Juni 27, 2019 0
MARKISAM ~ Mari kita sambat !!

1. Entah kenapa kalau pengen lagi nulis, rasanya males banget untuk menggerakan jemari ini di atas tuts tuts keyboard. Padahal kemarin-kemarin ada ide nulis banyaaaak banget, tetiba pengen nulis kok tiba-tiba buyar susunan ide-ide itu. Kadang suka heran, kalau hati ini lagi damai, lagi tenang, lagi nggak ruwet, lagi pengen nulis, kok ya inspirasi tuh susah datangnya. Eh giliran sininya lagi ruwet, sepaneng, banyak kerjaan, galauu, ide-ide datang dengan keroyokan. Tulis aku, tulis aku. Heran, maunya apa sih?? *ngomong sambil ngaca*

2. Sejak salah seorang teman dekat mengirimi sebuah nasihat via chat WA, aku jadi mulai mempertanyakan tentang ke-agamaanku, ke-Islamanku,. Nasihatnya perilah gambar-menggambar. Dia pernah denger kajian dimanaa gitu, (kayaknya di TV channel gitu sih) si penceramah bilang, kalau menggambar makhluk hidup itu nggak boleh. Terus aku juga dikirimin link artikel tentang hadis larangan menggambar makhluk hidup gitu. 
Well, jauh hari sebelum itu, aku juga pernah kepikiran dan cari tahu tentang larangan2 itu. Sempat galaauuuuuu, dan nggak semangat untuk melanjutkan hidup (nggak ding), masih hidup cuma jadi loyo, wkwk. Lamaaaaa galau, akhirnya bisa semangat lagi, tapi jadi jarang gambar juga sih. Eh terus si temen ini chat gitu, nah kan, ke galauanku kumat. 
Tapi dari situ jadi penasaran, beneran nggak sih larangan-larangan itu. Soalnya ada yang bilang boleh, ada yang bilang enggak. Ya mungkin disamping mencari kebenaran ku juga mencari pembenaran. heuheu, soalnya ini menyangkut hidup dunia dan di akhirat :(

3. Kadang suka heran sama updatean temen-temen di WA maupun di Instagram. Menimbulkan banyak asumsi dan jadi pengen berkomentar. Padahal kan, Aku nggak tahu hidup kaliyan itu kayak gimana. Susahnya perjuangan kalian itu kayak gimana, senengnya kalian di kehidupan nyata itu kayak gimana, sibuknya pekerjaan kaliyan di dunia nyata itu kayak gimana, bahagianya kalian di dunia nyata itu kayak gimana, kan aku mana tahu ya. Jadi demi mengurangi asumsi dan prasangka, sering aku suka klik tombol "mute" tuh untuk status terbaru kaliyan. 



Sekian sambat hari ini ~

Kantor, 27 Juni 2019 (Lima bulan setelah Konser Final Wanna One) 


Tulisan Marisa Sugangga di Tumblr

Juni 27, 2019 0

Pasanganmu kelak, bukanlah seseorang yang sempurna. Tidak akan pernah sempurna. Di balik senyumnya yang manis dan tegar, pastilah ia menyimpan raut wajah yang sebenarnya tidak ingin kamu lihat. Di balik pembawaannya yang begitu berwibawa, terkadang ia menyimpan pembawaan yang membuatmu tidak bisa menerima keberadaannya di sisimu. Di balik kepopulerannya, ia menyimpan seribu misteri yang tidak ingin orang lain tahu, bisa jadi walaupun itu untuk berbagi dengan dirimu. Tutur katanya yang manis dan sopan, terkadang ia hanya khilaf untuk berkata kasar ataupun tidak sengaja menyakitimu. Tatapan yang hangat pada nantinya menjadi tatapan kosong yang penuh tanya.

Ya, pasanganmu kelak, bukanlah seseorang yang sempurna. Berekspetasi tinggi hanya akan membunuh hal baik yang telah dilakukan pasanganmu. Sebisa mungkin, ingatlah untuk menyentuh bumi, agar kamu selalu ingat apa hal-hal baik kecil yang telah dilakukan oleh pasanganmu.

Jatuh cinta itu, seperti di tengah samudera. Terpukau, terpana oleh birunya lautan, namun bila kita tidak sadar, sesungguhnya ia menyimpan sejuta misteri yang terpendam di dasar lautannya yang dalam. 

Desember 2013 | © Marisa Sugangga